“ BAHAYA MEROKOK “
Bahaya merokok terhadap kesehatan
tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh banyak orang. Efek-efek yang merugikan
akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan
bahwa kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit.
Seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker
rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi,
impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin.
Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari secondhand-smoke,
yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di
sekitar perokok, atau biasa disebut juga dengan perokok pasif.
ZAT KIMIA
Rokok tentu tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatannya, yakni
tembakau. Di Indonesia, tembakau ditambah cengkih dan bahan-bahan lain dicampur
untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek, tembakau juga dapat digunakan sebagai
rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa, dan tembakau tanpa asap (chewing
tobacco atau tembakau kunyah).
Komponen gas asap rokok adalah karbon monoksida, amoniak, asam hidrosianat,
nitrogen oksida, dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin,
karbarzol, dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi, dan menimbulkan kanker
(karsinogen).
NIKOTIN
Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf
tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi,
dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6
mg yang diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang
ketagihan. Di Amerika Serikat, rokok putih yang beredar di pasaran memiliki
kadar 8-10 mg nikotin per batang, sementara di Indonesia berkadar nikotin 17 mg
per batang.
TIMAH HITAM (Pb)
Timah hitam yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus
rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari akan menghasilkan 10
ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah
20 ug per hari. Bisa dibayangkan, bila seorang perokok berat menghisap
rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke
dalam tubuh!
GAS KARBONMONOKSIDA (CO)
Karbon Monoksida memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan
hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya, hemoglobin ini berikatan
dengan oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tapi karena
gas CO lebih kuat daripada oksigen, maka gas CO ini merebut tempatnya “di sisi”
hemoglobin. Jadilah, hemoglobin bergandengan dengan gas CO. Kadar gas CO dalam
darah bukan perokok kurang dari 1 persen, sementara dalam darah perokok
mencapai 4 – 15 persen. Berlipat-lipat!
TAR
Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap
rokok, dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam
rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin, akan menjadi padat dan
membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan gigi, saluran pernapasan, dan
paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok,
sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24 – 45 mg.
DAMPAK PARU-PARU
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan
jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi)
dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil,
terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan
lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan
kerusakan alveoli.
Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan
pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi
dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun (PPOM). Dikatakan
merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM, termasuk emfisema paru-paru,
bronkitis kronis, dan asma.
Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5
dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok,
terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara
tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker
paru-paru.
Partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal
sebagai bahan karsinogen. Juga tar berhubungan dengan risiko terjadinya kanker.
Dibandingkan dengan bukan perokok, kemungkinan timbul kanker paru-paru pada
perokok mencapai 10-30 kali lebih sering.
DAMPAK TERHADAP JANTUNG
Banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan merokok dengan penyakit
jantung koroner (PJK). Dari 11 juta kematian per tahun di negara industri maju,
WHO melaporkan lebih dari setengah (6 juta) disebabkan gangguan sirkulasi
darah, di mana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner dan 1,5 juta adalah
stroke. Survei Depkes RI tahun 1986 dan 1992, mendapatkan peningkatan kematian
akibat penyakit jantung dari 9,7 persen (peringkat ketiga) menjadi 16 persen
(peringkat pertama).
Merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit pembuluh darah jantung
tersebut. Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok juga
berakibat buruk bagi pembuluh darah otak dan perifer.
Asap yang diembuskan para perokok dapat dibagi atas asap utama (main stream
smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama merupakan asap tembakau
yang dihirup langsung oleh perokok, sedangkan asap samping merupakan asap
tembakau yang disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain atau
perokok pasif.
Telah ditemukan 4.000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis di
antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), di mana bahan racun
ini lebih banyak didapatkan pada asap samping, misalnya karbon monoksida (CO) 5
kali lipat lebih banyak ditemukan pada asap samping daripada asap utama,
benzopiren 3 kali, dan amoniak 50 kali. Bahan-bahan ini dapat bertahan sampai
beberapa jam lamanya dalam ruang setelah rokok berhenti.
Umumnya fokus penelitian ditujukan pada peranan nikotin dan CO. Kedua bahan
ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu suplai oksigen ke
otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja miokard.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya
kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga
merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan
darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung.
Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya.
Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit
(penggumpalan) ke dinding pembuluh darah.
Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung
persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO
menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan
mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah).
Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas
darah, sehingga mempermudah penggumpalan darah.
Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak endotel
(dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya penggumpalan darah.
Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Dibandingkan dengan bukan
perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok
lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah.
PENYAKIT JANTUNG KORONER
Merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar untuk mati mendadak.
Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok
dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan bertambahnya
usia dan jumlah rokok yang diisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko
merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar
lemak atau gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya PJK.
Perlu diketahui bahwa risiko kematian akibat penyakit jantung koroner
berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan. Akibat
penggumpalan (trombosis) dan pengapuran (aterosklerosis) dinding pembuluh
darah, merokok jelas akan merusak pembuluh darah perifer.
PPDP yang melibatkan pembuluh darah arteri dan vena di tungkai bawah atau
tangan sering ditemukan pada dewasa muda perokok berat, sering akan berakhir
dengan amputasi.
PENYAKIT (STROKE)
Penyumbatan pembuluh darah otak yang bersifat mendadak atau stroke banyak
dikaitkan dengan merokok. Risiko stroke dan risiko kematian lebih tinggi pada
perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris, didapatkan
kebiasaan merokok memperbesar kemungkinan timbulnya AIDS pada pengidap HIV.
Pada kelompok perokok, AIDS timbul rata-rata dalam 8,17 bulan, sedangkan pada
kelompok bukan perokok timbul setelah 14,5 bulan. Penurunan kekebalan tubuh
pada perokok menjadi pencetus lebih mudahnya terkena AIDS sehingga berhenti
merokok penting sekali dalam langkah pertahanan melawan AIDS.
Kini makin banyak diteliti dan dilaporkan pengaruh buruk merokok pada ibu
hamil, impotensi, menurunnya kekebalan individu, termasuk pada pengidap virus
hepatitis, kanker saluran cerna, dan lain-lain. Dari sudut ekonomi kesehatan,
dampak penyakit yang timbul akibat merokok jelas akan menambah biaya yang
dikeluarkan, baik bagi individu, keluarga, perusahaan, bahkan negara.
Penyakit-penyakit yang timbul akibat merokok mempengaruhi penyediaan tenaga
kerja, terutama tenaga terampil atau tenaga eksekutif, dengan kematian mendadak
atau kelumpuhan yang timbul jelas menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan.
Penurunan produktivitas tenaga kerja menimbulkan penurunan pendapatan
perusahaan, juga beban ekonomi yang tidak sedikit bagi individu dan keluarga.
Pengeluaran untuk biaya kesehatan meningkat, bagi keluarga, perusahaan, maupun
pemerintah.
KEBIASAAN MEROKOK
Sudah seharusnya upaya menghentikan kebiasaan merokok menjadi tugas dan
tanggung jawab dari segenap lapisan masyarakat. Usaha penerangan dan
penyuluhan, khususnya di kalangan generasi muda, dapat pula dikaitkan dengan
usaha penanggulangan bahaya narkotika, usaha kesehatan sekolah, dan penyuluhan
kesehatan masyarakat pada umumnya.
Tokoh-tokoh panutan masyarakat, termasuk para pejabat, pemimpin agama,
guru, petugas kesehatan, artis, dan olahragawan, sudah sepatutnya menjadi
teladan dengan tidak merokok. Perlu pula pembatasan kesempatan merokok di
tempat-tempat umum, sekolah, kendaraan umum, dan tempat kerja; pengaturan dan
penertiban iklan promosi rokok; memasang peringatan kesehatan pada bungkus
rokok dan iklan rokok.
Iklim tidak merokok harus diciptakan. Ini harus dilaksanakan serempak oleh
kita semua, yang menginginkan tercapainya negara dan bangsa Indonesia yang sehat
dan makmur.
GERBANG NARKOBA
Akibat kronik yang paling gawat dari penggunaan nikotin adalah
ketergantungan. Sekali seseorang menjadi perokok, akan sulit mengakhiri
kebiasaan itu baik secara fisik maupun psikologis. Merokok menjadi sebuah
kebiasaan yang kompulsif, dimulai dengan upacara menyalakan rokok dan
menghembuskan asap yang dilakukan berulang-ulang.
Karena sifat adiktifnya (membuat seseorang menjadi ketagihan) rokok dalam Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM IV) dikelompokkan menjadi
Nicotine Related Disorders. Sedangkan WHO menggolongkannya sebagai bentuk
ketagihan. Proses farmakologis dan perilaku yang menentukan ketagihan tembakau
sama dengan proses yang menimbulkan ketagihan pada obat, seperti heroin dan
kokain.
Nikotin mempunyai sifat mempengaruhi dopamin otak dengan proses yang sama
seperti obat-obatan tersebut. Dalam urutan sifat ketagihan zat psikoaktif,
nikotin lebih menimbulkan ketagihan dibanding heroin, kokain, alkohol, kafein
dan marijuana. Menurut Flemming, Glyn dan Ershler merokok merupakan tingkatan
awal untuk menjadi penyalahguna obat-obatan (drug abuse). Mencoba merokok
secara signifikan membuka peluang penggunaan obat-obatan terlarang di masa yang
akan datang.
Berdasarkan data epidemiologi diketahui kurang lebih 20% dari perokok
memiliki risiko delapan kali menjadi penyalahguna NAPZA, dan berisiko sebelas
kali untuk menjadi peminum berat dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok.
Perhatian khusus mengenai masalah ini dikaitkan dengan meningkatnya jumlah perokok
remaja.
Menangani masalah kebiasaan merokok pada remaja diharapkan dapat mencegah
masalah yang akan timbul dikemudian hari berkaitan kebiasaan tersebut, salah
satunya adalah pencegahan penyalahgunaan narkoba. Menurut Teddy Hidayat,
Spesialis Kedokteran Jiwa, Remaja yang berisiko tinggi adalah remaja-remaja
yang memiliki sifat pemuasaan segera, kurang mampu menunda keinginan, merasa
kosong dan mudah bosan, mudah cemas, gelisah, dan depresif.
Pemahaman tentang kebiasaan merokok dan kecenderungan sifat kepribadian
seseorang akan sangat membantu upaya menghentikan kebiasaan yang merugikan
tersebut. Untuk pencegahan kebiasaan merokok pada anak-anak dan remaja. Orang
tua serta guru memegang peranan besar untuk mengawasi, memberikan informasi
yang benar dan yang terpenting tidak menjadi contoh perilaku individu yang
ketagihan kebiasaan merokok.
GANGGU KESEHATAN JIWA
Merokok berkaitan erat dengan disabilitas dan penurunan kualitas hidup.
Dalam sebuah penelitian di Jerman sejak tahun 1997-1999 yang melibatkan 4.181 responden,
disimpulkan bahwa responden yang memilki ketergantungan nikotin memiliki
kualitas hidup yang lebih buruk, dan hampir 50% dari responden perokok memiliki
setidaknya satu jenis gangguan kejiwaan. Selain itu diketahui pula bahwa pasien
gangguan jiwa cenderung lebih sering menjadi perokok, yaitu pada 50% penderita
gangguan jiwa, 70% pasien maniakal yang berobat rawat jalan dan 90% dari
pasien-pasien skizrofen yang berobat jalan.
Berdasaran penelitian dari CASA (Columbian University`s National Center On
Addiction and Substance Abuse), remaja perokok memiliki risiko dua kali lipat
mengalami gejala-gejala depresi dibandingkan remaja yang tidak merokok. Para
perokok aktif pun tampaknya lebih sering mengalami serangan panik dari pada
mereka yang tidak merokok Banyak penelitian yang membuktikan bahwa merokok dan
depresi merupakan suatu hubungan yang saling berkaitan. Depresi menyebabkan
seseorang merokok dan para perokok biasanya memiliki gejala-gejala depresi dan
kecemasan (ansietas).
Sebagian besar penderita depresi mengaku pernah merokok di dalam hidupnya.
Riwayat adanya depresi pun berkaitan dengan ada tidaknya gejala putus obat (withdrawal)
terhadap nikotin saat seseorang memutuskan berhenti merokok. Sebanyak 75%
penderita depresi yang mencoba berhenti merokok mengalami gejala putus obat
tersebut. Hal ini tentunya berkaitan dengan meningkatnya angka kegagalan usaha
berhenti merokok dan relaps pada penderita depresi.
Selain itu, gejala putus zat nikotin mirip dengan gejala depresi. Namun,
dilaporkan bahwa gejala putus obat yang dialami oleh pasien depresi lebih
bersifat gejala fisik misalnya berkurangnya konsentrasi, gangguan tidur, rasa
lelah dan peningkatan berat badan).
Nikotin sebagai obat gangguan kejiwaan Merokok sebagai salah satu bentuk
terapi untuk gangguan kejiwaan masih menjadi perdebatan yang kontroversial.
Gangguan kejiwaan dapat menyebabkan seseorang untuk merokok dan merokok dapat
menyebabkan gangguan kejiwaan, walau jumlahnya sangat sedikit, sekitar 70%
perokok tidak memiliki gejala gangguan jiwa.
Secara umum merokok dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi, menekan rasa
lapar, menekan kecemasan, dan depresi. Dalam beberapa penelitian nikotin
terbukti efektif untuk pengobatan depresi. Pada dasarnya nikotin memberikan
peluang yang menjanjikan untuk digunakan sebagai obat psikoaktif. Namun nikotin
memiliki terapheutic index yang sangat sempit, sehingga rentang antara dosis
yang tepat untuk terapi dan dosis yang bersifat toksis sangatlah sempit.
Sehingga dipikirkan suatu bentuk pemberian nikotin tidak dalam bentuk murni
tetapi dalam bentuk analognya. Namun, kerangka pemikiran pemberian nikotin
sebagai obat tidaklah dalam bentuk kebiasaan merokok. Seperti halnya morfin
yang digunakan sebagai obat analgesik kuat (penahan rasa sakit), pemberiannya harus
dalam pengawasan dokter. Gawatnya, saat ini nikotin bisa didapatkan dengan
bebas dan mudah dalam sebatang rokok, hal ini perlu diwaspadai karena kebiasaan
merokok tidak lantas menjadi sebuah pembenaran untuk pengobatan gejala gangguan
kejiwaan.
SISTIM REPRODUKSI
Studi tentang rokok dan reproduksi yang dilakukan sepanjang 2 dekade itu
berkesimpulan bahwa merokok dapat menyebabkan rusaknya sistim reproduksi
seseorang mulai dari masa pubertas sampai usia dewasa
Pada penelitian yang dilakukan Dr. Sinead Jones, direktur The British
Medical Assosiation’s Tobacco Control Resource Centre, ditemukan bahwa wanita
yang merokok memiliki kemungkinan relatif lebih kecil untuk mendapatkan
keturunan.
pria akan mengalami 2 kali resiko
terjadi infertil (tidak subur) serta mengalami resiko kerusakan DNA pada sel
spermanya. Sedangkan hasil penelitian pada wanita hamil terjadi peningkatan
insiden keguguran. Penelitian tersebut mengatakan dari 3000 sampai 5000
kejadian keguguran per tahun di Inggris, berhubungan erat dengan merokok.
120.000 pria di Inggris yang
berusia antara 30 sampai50 tahun mengalami impotensi akibat merokok. Lebih
buruk lagi, rokok berimplikasi terhadap 1200 kasus kanker rahim per tahunnya.
WANITA MEROKOK, MENOPAUSE DINI
Perempuan yang merokok sangat mungkin untuk mulai memasuki masa menopause
sebelum usia 45 tahun dan juga membuat mereka menghadapi resiko osteoporosis
dan serangan jantung, demikian laporan beberapa peneliti Norwegia.
“Di antara sebanyak 2.123 perempuan yang berusia 59 sampai 60 tahun, mereka
yang saat ini merokok, 59% lebih mungkin mengalami menopause dini dibandingkan
dengan perempuan yang tidak merokok,” kata Dr. Thea F. Mikkelsen dari
University of Oslo dan rekannya.
Bagi perokok paling berat, resiko menopause dini hampir dua kali lipat.
Namun, perempuan yang dulunya merokok, tapi berhenti setidaknya 10 tahun
sebelum menopause, pada dasarnya kurang mungkin untuk berhenti menstruasi
dibandingkan dengan perokok sebelum usia 45 tahun.
Ada bukti bahwa merokok belakangan dalam kehidupan membuat seorang
perempuan lebih mungkin untuk mengalami menopause dini, sedangkan perokok yang
berhenti sebelum berusia setengah baya mungkin tak terpengaruh, kata Mikkelsen
dan timnya di dalam jurnal Online, BMC Public Health.
Mereka meneliti hubungan lebih lanjut dan menetapkan apakah menjadi perokok
pasif juga mungkin mempengaruhi waktu menopause. Para peneliti tersebut
mendapati bahwa hampir 10% perempuan memasuki menopause sebelum usia 45 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar